Sabtu, 28 Maret 2020
Koleksi Foto Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman
Wabah Mematikan Di Indonesia, Pes Jawa 1911 - 1926
Benjolan di paha penderita pes |
Paceklik melanda Jawa. Persediaan beras berkurang drastis hingga kekurangan. Pemerintah kolonial Hindia Belanda lantas mengimpor beras dari Burma, India, dan Tiongkok. Per Agustus 1910, peningkatan jumlah impor terjadi hingga bulan berikutnya.
Beras impor itu dikirim lewat kapal-kapal dan berlabuh di Surabaya. Dari Surabaya, beras diangkut kereta api ke daerah di selatan Surabaya yang mengalami paceklik.
Kamp isolasi |
Burma ( Myanmar ) |
“Bisa diperkirakan, perjalanan yang berbulan-bulan itu, tikus ikut di dalam kapal, tikus makan dan buang kotoran di situ, hingga mencemari beras
Lewat beras impor itulah penyakit pes terbawa dari Burma ke Jawa. Perjalanan yang rencananya dilanjutkan ke Malang lalu ke Wlingi batal akibat terputusnya jalur Malang-Wlingi oleh banjir pada akhir 1910. Alhasil, beras impor berikut tikus berkutu pembawa pes itu menginap di gudang-gudang sekitar Stasiun Malang.
Korban meninggal akibat pes |
Pes menular lewat gigitan kutu tikus pembawa bakteri Yersinia Pestis. Orang yang terkena pes mengalami gejala mirip flu: demam selama dua sampai enam hari, kejang, pendarahan, batuk darah, dan benjolan pada ketiak atau leher, pes pun melanda Malang.
Rumah Penduduk di isolasi |
Pada April 1911, pemerintah mengeluarkan penetapan status epidemi pes. Bersamaan dengan itu, pengiriman beras dari luar Hindia-Belanda turun drastis.
Dokter Cipto Mangunkusumo |
Pestiati Pratomo adalah salah satu penderita pes yang selamat, bayi mungil itu berhasil diselamatkan dan diangkat sebagai anak oleh Dokter Cipto Mangunkusumo. Atas jasanya, Dokter Cipto sempat menerima penghargaan dari Ratu Belanda, namun di kembalikan lagi karena tidak di izinkan menangani wabah pes yang kian menjalar.
Pada akhir 1911, dilaporkan dua ribu orang meninggal akibat pes.
Tenaga medis Belanda |
Melalui pelabuhan Tanjung Mas, pes masuk Semarang pada 1916. Dalam skripsi berjudul “Wabah Pes Di Kota Semarang”, Andhika Satria menulis, tikus-tikus berkutu itu turun di pelabuhan dari kapal dagang asal Surabaya yang singgah. Penyakit pes menyerang perkampungan penduduk yang kotor dan lembab tak lama kemudian. Antara Oktober 1916 sampai Desember 1917, belasan desa terserang pes. Ratusan orang tewas di Semarang.
Untuk menanggulanginya, BGD atau Dinas Kesehatan Hindia Belanda mendatangkan dokter dari Eropa, merekrut mantri, dan memberikan vaksin. Dua jenis vaksin dipakai untuk memberantas pes, yakni 54.017 vaksin dari Jerman dan 11.703 vaksin dari Inggris. dengan mengerahkan dokter di kota dan mantri di pedesaan, dalam tujuh bulan sebanyak 65.720 orang diberi vaksin.
BGD lalu mengeluarkan aturan. bila salah satu anggota keluarga terbukti kena pes, seluruh keluarga harus dievakuasi dan tinggal di barak isolasi selama 15 hari. Pasien dan keluarganya kemudian diobservasi untuk penyembuhan dan pencegahan pes agar tak makin meluas. Namun dalam praktiknya, jika ada seorang warga terkena pes, bukan hanya sekeluarga yang dievakuasi tapi seluruh desa. Mereka baru boleh meninggalkan barak isolasi setelah 30 hari. Akibatnya, banyak warga menolak dievakuasi lantaran takut barang-barang di rumah mereka hilang atau lebih parah, rumah mereka dibakar karena dianggap sarang tikus.
Di Malang, tempat pertama pes mewabah, penduduknya dipaksa membakar rumah yang terindikasi sarang tikus. Mereka juga harus membongkar rumah bambu mereka lantas membangun ulang dengan kayu atau bata tanpa kompensasi yang sesuai dari Pemerintah Kolonial.
Penduduk membangun ulang rumah |
Langganan:
Postingan (Atom)